Gerakan Kota Hijau
Pembuka:
Natural Sight |
Bak dua sisi koin, kota
merupakan mesin pertumbuhan masa depan yang memberikan peluang besar pada
peningkatan pendididkan, perluasan lapangan kerja, dan kemakmuran
masyarakat,namun di pihak lain juga menimbulkan kemacetan lalu-lintas,
menjamurnya pemukiman kumuh,pelebaran kota, pencemaran lingkungan, ekploitasi
sumber daya alam, dan penyumbang penting perubahan iklim. Pertumbuhan jumlah
penduduk juga menguras pemakaian energi dan air, peningkatan produksi sampah
dan limbah, dan menyesaki transportasi kota. Namun, berbagai kota di dunia
terus bergerak maju melakukan antisipasi, adaptasi, dan migrasi kota terhadap
perubahan iklim. Mereka tengah membangun kota hijau. Pembangunan kota hijau
diharapkan mendorong pembangunan ekonomi hijau, menurunkan kemiskinan dan
meningkatkan kualitas hidup, serta menjaga kelestarian alam. Untuk itu, kota
membutuhkan pemikiran pemikiran yang
lebih maju, serta inisiasi, kebijakan dan strategis lingkungan yang progresif.
Menurut pasal 29 dan 30
UU Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang,
menyaratkan setiap kota memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH) 30 persen,
terdiri atas RTH public 20 persen dan RTH privat 10 persen. RTH adalah surga
perkotaan yang berfungsi sebagai paru-paru kota, daerah resapan air, dan tulang
punggung pengendalian perkembangan kota dan infrastruktur hijau kota. Hijau
disini memang berarti meningkatkjan luasan RTH, tapi bukan semata-mata untuk
menutupi syarat 30 persen (Sesuai dengan UU Penataan Ruang) atau
beautification, tetapi untuk mewujudkan kinerja hijau yang dapat menjawab
fungsi ekolongi. Memang gerakan ini perlu perjuangan, tapi kita perlu
mengedukasi agar daerah-daerah merasa butuh konsisten dan berkomitmen untuk
mengalokasikan sumber dayanya sehingga dampak dampak gerakan ini semaki besar.
Inisiatif mewujudkan kota hijau memiliki makna
strategis karena dilator belakangi oleh beberapa factor. Seperti yang
diungkapkan oleh Mantan Direktur Jenderal Penataan Ruang Kementrian Pekerjaan
Umum bahwa, ada beberapa permasalahan yang belum terselesaikan terkait dengan
implementasi Kota Hijau, kendala tersebut adalah tingginya pendanaan serta
terbatasnya lahan perkotaan dalam mewujudkan ruang terbuka hijau sebesar 30
persen dari luas kota. Selain itu kecenderungan perilaku masyarakat yang kontraproduksi
dan destruktif, serta kurangnya
pemahaman masyarakat akan pentingnya aspek lingkungan sehingga peran
masyartakat dalam mewujudkan Kota Hijau masih tergolong rendah.
Perwujudan kota hijau
membutuhkan dukungan dan keterlibatan sector lain dalam rangka memenuhi dua
atribut kota hijau. Atribut yang pertama adalah sektor perhubungan dalam rangka
menciptakan Green Transportation, yaitu Pengembangan system transportasi yang
berkelanjutan, misalnya transportasi public, jalur sepeda, dsb. Yang ke dua adalah
sektor Pengembangan pemukiman meliputi Green Waste, yaitu usaha untuk
melaksanakan prinsip 3R ( mengurangi sampah/limbah, mengembangkan proses daur
ulang dan meningkatkan nilai tambah), Green Water, yaitu efisiensi pemanfaatan
sumber daya air, dan Green Building, atau bangunan hemat energi. Aspek lain
yang tak kalah penting adalah sector energi dalam rangka Green Energy, yaitu
pemanfaatan sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan.
Misi kota hijau
sebenarnya tidak hanya sekedar ‘menghujaukan’ kota. Lebih dari itu, kota hijau
dengan visinya yang lebih luas dan komprehensif, yaitu Kota yang Ramah
Lingkungan, memiliki misi antara lain memanfaatkan secara efektif dan efisien
sumber daya air dan energy, mengurangi limbah, menerapkan system transportasi
terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, dan mensinergikan lingkungan alami dan
buatan berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan baik secara lingkungan, social, dan
ekonomi secara seimbang.
Kota hijau adalah kota
yang sehat dan bersahabat. Kota diisi oleh orang-orang dan atau penduduk yang
aktif dan bersahabat dengan lingkungan. Kota dibangun dengan memanfaatkan ruang
publik yang lebih alami dan tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan penduduknya.
Kota hijau harus efisien dan cerdas. Balai kota dan bangunan pemerintah harus
dibangun dengan konsep hijau. Pemanfaatan air harus bijak. Penggunaan energi
sebaiknya dengan memanfaatkan sumber daya alam terbarukan. Kota harus dibangun
dengan menerapkan jasa lingkungan sebesar-besarnya sebagai topangan ekonomi.
Kota dibangun dengan memaksimalkan jasa(pelayanan) sebagai modal pembangunan
dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang dimiliki.
Seiring dengan
perkembangan zaman, lahan di kota-kota semakin terbatas dan harga tanah yang
mahal, maka langkah yang paling masuk akal adalah mendorong pembangunan hunian ke
arah vertikal dengan kualitas hunian (vertikal) yang layak berupa rumah susun
maupun apartemen. Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan harus
melakukan sosialisasi dan rekayasa social kepada masyarakat.Pandangan
masyarakat umum terhadap bangunan rumah susun yang kumuh, sempit, dan tak layak
huni harus segera diluruskan. Pemerintah harus mampu membuktikan bahwa bangunan
rumah susun pun dapat tampil menawan, bersih, sehat, tertata rapi, sehingga
warga dapat yakin (bukan dipaksakan) untuk merasa nyaman tinggal dihunian
vertikal.
Pemerintah pun juga
harus berani menunda, meninjau ulang, dan kalau perlu membatalkan perizinan
proyek pembangunan yang jelas-jelas berada di area RTH. Pemerintah segera
merevisi tata ruang dengan cermat dan konsisten sebagai acuan pengembang dan
masyarakat. Untuk membangun masyrakat dasar bencana pemerintah, masyarakat, dan
akademisi harus bekerja sama untuk siaga dalam menghadapi bencana dengan
memberikan pendidikan dan pelatihan yang melibatkan masyarakat local secara
terus-menerus.
Mewujudkan Indonesia
Menghijau tidak akan berhasil tanpa dukungan nyata dari berbagai kalangan.
Pertama-tama dukungan harus dating dari pemerintah sendiri dengan
kebijakan-kebijakan yang pro-lingkungan, konstitusi hijau, pembiyaan hijau,
pembangunan hijau, serta gerakan-gerakan hijau. Dukungan masyarakat juga
menjadi dorongan penting bagi terciptanya Indonesia Menghijau. Di tengah kondisi
pembangunan yang semakin mengorbankan lingkungan dan pengembangan kota yang
juga amburadul, gerakan Indonesia Menghijau memberikan angin segar bagi
keberlanjutan kehidupan kota dan kita.
0 comments:
Post a Comment