Tuesday, January 1, 2019

Gerakan Hijau

Gerakan Kota Hijau
Pembuka:
Natural Sight
       Fenomena pemanasan global dan berbagai bencana lingkungan, telah telah mendorong berbagai kota dunia untuk berfikir ulang menata kehidupan warga dan kota. Perserikatan Bangsa-bangsa telah memperkirakan, lebih dari setengah penduduk dunia telah hidup di kota(2011) dan terus meningkat hingga dua pertiga pada tahun 2050.Amerika Utara dan Selatan adalah wilayah yang paling cepat menuju perkotaan, di mana lebih dari 80 persen penduduk tinggal di kota, diikuti Eropa (70 persen), Asia dan Afrika(40 persen).
       Bak dua sisi koin, kota merupakan mesin pertumbuhan masa depan yang memberikan peluang besar pada peningkatan pendididkan, perluasan lapangan kerja, dan kemakmuran masyarakat,namun di pihak lain juga menimbulkan kemacetan lalu-lintas, menjamurnya pemukiman kumuh,pelebaran kota, pencemaran lingkungan, ekploitasi sumber daya alam, dan penyumbang penting perubahan iklim. Pertumbuhan jumlah penduduk juga menguras pemakaian energi dan air, peningkatan produksi sampah dan limbah, dan menyesaki transportasi kota. Namun, berbagai kota di dunia terus bergerak maju melakukan antisipasi, adaptasi, dan migrasi kota terhadap perubahan iklim. Mereka tengah membangun kota hijau. Pembangunan kota hijau diharapkan mendorong pembangunan ekonomi hijau, menurunkan kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup, serta menjaga kelestarian alam. Untuk itu, kota membutuhkan pemikiran pemikiran  yang lebih maju, serta inisiasi, kebijakan dan strategis lingkungan yang progresif.
       Menurut pasal 29 dan 30 UU Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang,  menyaratkan setiap kota memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH) 30 persen, terdiri atas RTH public 20 persen dan RTH privat 10 persen. RTH adalah surga perkotaan yang berfungsi sebagai paru-paru kota, daerah resapan air, dan tulang punggung pengendalian perkembangan kota dan infrastruktur hijau kota. Hijau disini memang berarti meningkatkjan luasan RTH, tapi bukan semata-mata untuk menutupi syarat 30 persen (Sesuai dengan UU Penataan Ruang) atau beautification, tetapi untuk mewujudkan kinerja hijau yang dapat menjawab fungsi ekolongi. Memang gerakan ini perlu perjuangan, tapi kita perlu mengedukasi agar daerah-daerah merasa butuh konsisten dan berkomitmen untuk mengalokasikan sumber dayanya sehingga dampak dampak gerakan ini semaki besar.
       Inisiatif  mewujudkan kota hijau memiliki makna strategis karena dilator belakangi oleh beberapa factor. Seperti yang diungkapkan oleh Mantan Direktur Jenderal Penataan Ruang Kementrian Pekerjaan Umum bahwa, ada beberapa permasalahan yang belum terselesaikan terkait dengan implementasi Kota Hijau, kendala tersebut adalah tingginya pendanaan serta terbatasnya lahan perkotaan dalam mewujudkan ruang terbuka hijau sebesar 30 persen dari luas kota. Selain itu kecenderungan perilaku masyarakat yang kontraproduksi dan destruktif, serta  kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya aspek lingkungan sehingga peran masyartakat dalam mewujudkan Kota Hijau masih tergolong rendah.
       Perwujudan kota hijau membutuhkan dukungan dan keterlibatan sector lain dalam rangka memenuhi dua atribut kota hijau. Atribut yang pertama adalah sektor perhubungan dalam rangka menciptakan Green Transportation, yaitu Pengembangan system transportasi yang berkelanjutan, misalnya transportasi public, jalur sepeda, dsb. Yang ke dua adalah sektor Pengembangan pemukiman meliputi Green Waste, yaitu usaha untuk melaksanakan prinsip 3R ( mengurangi sampah/limbah, mengembangkan proses daur ulang dan meningkatkan nilai tambah), Green Water, yaitu efisiensi pemanfaatan sumber daya air, dan Green Building, atau bangunan hemat energi. Aspek lain yang tak kalah penting adalah sector energi dalam rangka Green Energy, yaitu pemanfaatan sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan.
         Misi kota hijau sebenarnya tidak hanya sekedar ‘menghujaukan’ kota. Lebih dari itu, kota hijau dengan visinya yang lebih luas dan komprehensif, yaitu Kota yang Ramah Lingkungan, memiliki misi antara lain memanfaatkan secara efektif dan efisien sumber daya air dan energy, mengurangi limbah, menerapkan system transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, dan mensinergikan lingkungan alami dan buatan berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan baik secara lingkungan, social, dan ekonomi secara seimbang.
       Kota hijau adalah kota yang sehat dan bersahabat. Kota diisi oleh orang-orang dan atau penduduk yang aktif dan bersahabat dengan lingkungan. Kota dibangun dengan memanfaatkan ruang publik yang lebih alami dan tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan penduduknya. Kota hijau harus efisien dan cerdas. Balai kota dan bangunan pemerintah harus dibangun dengan konsep hijau. Pemanfaatan air harus bijak. Penggunaan energi sebaiknya dengan memanfaatkan sumber daya alam terbarukan. Kota harus dibangun dengan menerapkan jasa lingkungan sebesar-besarnya sebagai topangan ekonomi. Kota dibangun dengan memaksimalkan jasa(pelayanan) sebagai modal pembangunan dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang dimiliki.
       Seiring dengan perkembangan zaman, lahan di kota-kota semakin terbatas dan harga tanah yang mahal, maka langkah yang paling masuk akal adalah mendorong pembangunan hunian ke arah vertikal dengan kualitas hunian (vertikal) yang layak berupa rumah susun maupun apartemen. Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan harus melakukan sosialisasi dan rekayasa social kepada masyarakat.Pandangan masyarakat umum terhadap bangunan rumah susun yang kumuh, sempit, dan tak layak huni harus segera diluruskan. Pemerintah harus mampu membuktikan bahwa bangunan rumah susun pun dapat tampil menawan, bersih, sehat, tertata rapi, sehingga warga dapat yakin (bukan dipaksakan) untuk merasa nyaman tinggal dihunian vertikal.
       Pemerintah pun juga harus berani menunda, meninjau ulang, dan kalau perlu membatalkan perizinan proyek pembangunan yang jelas-jelas berada di area RTH. Pemerintah segera merevisi tata ruang dengan cermat dan konsisten sebagai acuan pengembang dan masyarakat. Untuk membangun masyrakat dasar bencana pemerintah, masyarakat, dan akademisi harus bekerja sama untuk siaga dalam menghadapi bencana dengan memberikan pendidikan dan pelatihan yang melibatkan masyarakat local secara terus-menerus.
       Mewujudkan Indonesia Menghijau tidak akan berhasil tanpa dukungan nyata dari berbagai kalangan. Pertama-tama dukungan harus dating dari pemerintah sendiri dengan kebijakan-kebijakan yang pro-lingkungan, konstitusi hijau, pembiyaan hijau, pembangunan hijau, serta gerakan-gerakan hijau. Dukungan masyarakat juga menjadi dorongan penting bagi terciptanya Indonesia Menghijau. Di tengah kondisi pembangunan yang semakin mengorbankan lingkungan dan pengembangan kota yang juga amburadul, gerakan Indonesia Menghijau memberikan angin segar bagi keberlanjutan kehidupan kota dan kita.

0 comments:

Post a Comment

Farewell Party in Ban Makkhaeng School

January, 28th 2019 The time to run farewell party at Ban Makkhaeng School At that time, Ban Makkhaeng school held a special occasio...